Selasa, 12 November 2013

Browse » home» » » » » » Barack Obama Bukan Presiden Dunia

Barack Obama Bukan Presiden Dunia

Bukanlah mutlak sebuah kesalahan jika memberikan sedikitnya harapan di pundak seseorang yang ‘tampaknya’ mempunyai kemampuan besar mewujudkan harapan tersebut. Tapi juga bukanlah sikap besar sebuah bangsa yang tidak sedikit kali mengaku sebagai bangsa besar jika semata-mata menempatkan porsi harapan sebesar itu pada sesuatu yang jelas-jelas bukan pengaruh utama dalam sistem yang sampai saat ini dipercaya sebagai sitem tatanan kebangsaan. Mudah saja, bangsa itu adalah kita, sekumpulan manusia cerdas yang mengaku diri bernama Indonesia. Mengapa cerdas? Mengapa kita?. Tidakkah kita sudah sedemikian cerdas sampai-sampai telah mampu ‘mendirikan’ replika parodi terhadap dirinya sendiri. Tidakkah kita sudah sedemikian hebat dengan meng-klaim diri sebagai ‘most advance democratic nation’?. Sampai disini, jawabannya adalah “ya”.

Pada awalnya, sudah sepenuh saya usahakan, bahwa menggantungkan sedikit harapan pada ‘sang presiden’ sepertinya memang masuk akal dan diperlukan –mengingat betapa sebuah negara semacam amerika serikat adalah satu dari sekian yang punya pengaruh besar terhadap apa-apa yang akan menjadi kebijakan dunia yang kitapun berada di dalamnya. Tapi, sayang, ketika bentuk terbesar mimpi yang tiba-tiba menjadi kenyataan itu malah semakin menunjukkan betapa jawaban “ya” yang semula begitu mantap kemudian terulang lagi seperti persoalan lain yang menjungkir-balikkan kemantapan itu menjadi kemantapan lain yaitu “sama sekali tidak”.

barack obamaBarack Hussein Obama, mungkin sekali –seperti menggugah sisi emosial kebangsaan kita. Bagaimanapun perasaan ‘dekat’ dengan kita (Indonesia) adalah sebuah kewajaran. Akan tetapi akan sangat berlebihan jika perasaan ‘dekat’ itu kemudian meledak-ledak dan sedikit demi sedikit melepaskan kulit kebesaran bangsa itu sendiri. Mungkin jika kawan-kawan masih ingat apa yang ada pada sekedar mengingat apostrophe, tersirat ingin saya sampaikan bahwa betapa sebuah media, selalu punya banyak tempat di kepala masing-masing kita. Sudahlah terlalu matang, kita, untuk membedakan mana yang baik, atau buruk . Lagi, saya kutipkan kurang lebihnya sepenggal kata yang diberitakan beberapa jam sebelum dilantiknya sang presiden ini.

Beberapa jam lagi Obama akan dilantik menjadi presiden Amerika Serikat ke-44, yang sekaligus menjadi pemimpin dunia…

Kesan pertama, oleh saya, adalah “ya, tentu saja, stasiun tv ini terlalu sering membuat sinetron daripada belajar menyusun kalimat-kalimat berita”. Tapi kemudian beberapa saat setelah itu muncul kesadaran lain bahwa mungkin jurnalis seperti Gus dan kawan-kawan lain lah yang akan lebih mampu menohok mereka dibanding saya. Berita-berita yang masuk ke telinga kita akan dengan serta-merta menjadi referensi mutlak, terlagi jika muncul dari televisi. “Pemimpin Dunia” bukanlah kata yang tepat. Kita tidaklah hidup untuk memanjakan diri terbiasa dengan membiarkan mimpi. Dia bukan siapa-siapa untuk kita. Benar bahwa dia istimewa karena mampu menembus tembok rasial untuk singgasana sebesar Presiden Amerika Serikat. Benar dia ‘menjanjikan’ karena beberapa terobosan kebijakannya. Tapi dengan pernah hidup di Indonesia untuk segelintir waktu, tidaklah menjadikan dia begitu istimewa untuk kita.

Akan sangat mengenaskan (setidaknya oleh saya) jika disaat yang bersamaan, keponakan saya –dengan menonton berita, malah lebih hafal di Jakarta bagian mana Obama pernah dibesarkan dibanding di Pacitan bagian mana Presiden negaranya sendiri pernah dibesarkan. Pertanyaan besar terakhir saya adalah, “akan sampai dimana, mereka –pemilik otoritas media, akan terus menciptakan mimpi untuk mimpi”.

Hak cipta gambar "Dare To Dream" ada pada www.stephenaitken.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar